Sabtu, 08 Oktober 2016

Aku dengan Segenap Perjuanganku

Bukannya aku tak bisa move on dari mu. Hanya saja aku butuh waktu untuk menerima semua ini. bukannya aku menyiksa diri karena ditinggal olehmu. Hanya saja mungkin kau tak bisa lihat bagaimana perasaanku yang mempengaruhi nafsu makanku. Bukan ku tak rela jika kau lebih memilih bersamanya karena aku sadar kita sudah lama selesai. Hanya saja biarkan aku mengatur ulang perasaanku yang mungkin butuh di install ulang. Kita memang sudah selesai, namun bagiku kau pernah ada dan tak mungkin bisa aku delete.

Meskipun begitu kau tak perlu risau dengan perasaanku saat ini. kau tak perlu cemas dengan semua apa yang aku alam sat ini. seperti yang kau katakana kita telah selesai. Jadi biarkan aku dengan perasaanku saat ini. biarkan aku yang akan mengatur ulang semuanya. Kau tak perlu cemas karena aku kan mengatur semuanya. Kau hanya perlu berbahagia dengan pilihanmu saat ini dan aku juga akan bahagia dengan hidupku saat ini.

Meski aku tak tahu entah sampai kapan aku akan selesai menginstal perasaan-perassan baru tanpamu. Biarkan saja semuanya berlalu antara kita. Biarkan saja waktu yang menyelesaikannnya antara kita. Jika memang nanti saat hari bahagiamu aku bisa hadir maka aku akan hadir, namun jangan kau paksa aku. Karena aku bukanlah orang yang dengan mudahnya melupakan hal-hal yang telah usah diantara kita. Namun aku juga bukan orang yang hanya berlarut-larut dalam masalah yang telah usai. Yang perlu kau tahu aku bukanlah pendendam. Aku juga bukanlah tipe senior kampus yang akan melampiaskan rasa sakitnya yang lalu kepada juniornya yang tak tahu apa-apa.

Dan jika hari itu tiba, aku akan hadir dan memberikan ucapan selamat kepadamu dan kepadanya. Jangan menatapku terlalu dalam seperti yang sering kau lakukan padaku. Kau cukup tersenyum tulus dan itu sudah cukup bagiku. Meski aku tak pernah tahu kapan senyum itu akan memudar dari mataku. Yah, inilah aku dengan segala perasaanku pada cerita yang telah usai antara kita. Jujur saja aku bukanlah orang yang pura-pura tegar didepanmu. Aku bukan orang yang pandai menyimpan semua luka dihati. Namun inilah aku dengan segenap perjuanganku. Dan ku harap kau bisa menghargai itu.


Miftah Amatullah Sulaiman

8 Oktober 2016

Jumat, 07 Oktober 2016

Anak Gaul, Katanya....

Terkadang orang dibuat bingung dengan tingkah kita yang menganggap diri anak zaman sekarang. Selalu ikut tren zaman. Biasanya kita menyebut diri dengan anak gaul. Kita mengatakan diri gaul ketika bisa dengan santai bergaul dengan siapa saja. Bisa kesana-kemari tanpa ada yang mengatur. Keluyuran malam-malam entah kemana. Bahkan pocong dan kuntilanak sudah pulang kita masih belum pulang juga. Tak jarang diantara kita ada yang menjadi manusia kelelawar. Siang tiduurr terus seharian, entar malam baru bangun keluyuran entah kemana.

Yah, inilah potret masyarakat kita saat ini. Khusunya kita para muda-mudi yang masih di bangku sekolah atau universitas. Kita menganggap ini wajar sebagai ajang pencarian jati diri. Bahkan merasa kurang update ketika tidak bisa mengikuti pola hidup teman-teman yang lebih modis dan selalu fresh akan hal-hal aneh yang baru muncul. Bahkan seringkali mengganggap bahwa kita yang tidak dapat mengikuti perkembangan zaman adalah manusia primitive. Kita menyatakan diri gaul ketika aktif di semua jejaring social. Entah itu FB, twitter, line, IG, WA, dll. Semua dijajalin. Dan belum sah rasanya jika dalam satu hari tidak selfie. Sebelum makan selfie, sudah mandi selfie, berangkat kerja/sekolah selfie, di mall selfie, ditrotoar selfi, bahkan sampai-sampai di wc-pun juga selfie. Dimanapun dan kapanpun rasanya ini kegitan wajib. (yang merasa kesindir ngak usah marah, tapi kalua ada yah, syukur. Itung-itung sebagai bahan introsfeksi aja :D)

Mungkin inilah yang menjadi salah satu pembeda antara zaman dulu dan zaman sekarang. Dulu, sebelum makan ambil posisi terbaik duduk terus nundukin kepala seraya berdo’a. sekarang, sebelum makan juga sama-sama ambil posisi terbaik. Pas dapat posisinya bukannya berdo’a, eehhh… malah selfie dulu. Sudah itu bukannya langsung makan, tapi foto hasil selfie tadi belum sah rasanya kalau belum di upload ke semua sosmed. Tanpa telupakan lengkap dengan keterangan-keterangannya, misalnya “lagi makan nie all” atau “lunch with kesayangan” atau apalah yang semacam dengan itu. Emangnya situ kira, setelah upload di sosmed orang-orang pada datang buat bayarin makanannya. Nggak bakal, percaya sama saya. (kalau ngak percaya, coba aja…:D hihihihihi)

Jika kita jajalin, tempat-tempat makan yang kebanyakan diisi oleh kaulah muda pernah kah kita melihat kita mengajak orangtua kita untuk sekedar menikmati suasana makan saat itu. Yah mungkin ada, tapi jarang. Kebanyakan kita-kita yang suka nongka-nongki (nongkrong kanan-nongkrong kiri, entah dimanapun tempatnya) bareng teman-teman atau bahkan orang spesialnya. Tak bisa dipungkiri diantara itu uang yang dihabiskan adalah subsidi dari orang tua, walaupun juga ada yang hasil sendiri. Tapi sadarkah kita siapa yang paling pantas untuk pertama kita bahagiakan.

Yah, inilah fenomena yang kita jumpai sehari-hari dan kadang kita tak terlalu menghiraukannya. Bagi sebagian orang, mungkin ini adalah hal yang biasa-biasa saja. Namun tak kita sadari dapat menimbulkan efek yang begitu besar.



Miftah Amatullah Sulaiman || 7 Oktober 2016

Kuperingatkan Hatiku

Ada sedikit penantian saat kamu tidak langsung membalas chat yang kukirimkan terakhir kali. Menebak apakah kamu akan membalasnya atau hanya...