Minggu, 13 Maret 2016

Untuk kau yang begitu banyak aku rindukan

Aku tak tahu apa yang sedang kau lakukan saat ini, dan bersama siapa. Apakah kau sudah makan? Apakah kau istirahat dengan baik? Apakah kau baik-baik saja? Apakah kau sehat-sehat saja disana? Apakah kau tersenyum ? Akh, aku ingin tahu segalanya tentangmu. Jujur saat aku menulis ini, aku sangat merindukanmu. Aku ingin berada di dekatmu. Aku ingin memeluk erat dirimu. Aku ingin mencium keningmu. Aku sangat merindukanmu.

Tak banyak yang bisa aku lakukan untukmu dalam kondisiku ini. Tak banyak yang bisa aku berikan. Bahkan untuk sekedar memelukmu aku tak bisa. Bahkan untuk sekedar mendengar suaramupun aku tak bisa. Hanya satu yang perlu kau tahu aku selalu merindukanmu. Meski aku tak bisa mengatakannya langsung kepadamu. Aku hanya bisa menitipkan rinduku pada-Nya. Kepada Sang Pemilik rindu. Berharap rinduku ini akan sampai kepadamu dengan segera.

Untukmu yang jauh di pelupuk mata, tapi selalu dekat dihatiku. Kau tak perlu menghawatirkanku terlalu banyak. Kau juga tak perlu berusaha terlalu keras. Disini aku juga berjuang untukmu. Akan aku persembahkan yang terbaik untukmu. Aku tidak berharap untuk suatu saat nanti, tapi aku berharap untuk saat ini dan seterusnya. Berharap aku bisa menjadi salah satu alasan untukmu bahagia.

Untuk kau yang begitu banyak aku rindukan. Tetaplah sehat, tetaplah bahagia, hingga akhirnya Allah menyatukan kita dalam suasana yang indah. Hingga Allah menyatukan kita di kehidupan yang abadi dalam suasana bahagia. Aku tak berharap materi darimu, aku hanya minta ridha dan do’amu untuk mengiringi langkahku. Do’akan aku disini agar tetap istiqamah. Karena aku disini senantiasa mengirimkan syair-syair rinduku untukmu.

Tak usah kau khawatirkan. Meski aku tak menitipakannya pada siapa-siapa untuk menyampaikannya padamu. Tak usah kau takut itu tidak sampai. Karena telah aku titipkan langsung kepada Dia –Sang Pemilikmu. Jika kau bertemu dengan mereka yang biasa bertemu denganku dan kau tak mendapatkan titipan dari mereka, tak usahlah kau kecewa. Mungkin saat itu aku tak bertemu dengan dia, atau mereka tak sempat menyampaikan titipanku untukmu. Meski aku tahu kau tak pernah berharap lebih dariku.

Aku ingat kau pernah berkata kepadaku “saat aku bertemu dengan mereka yang mengenalmu, aku tak berharap kau menitipkan materi untukku, cukup dengan titipan rindumu itu sudah cukup untukku”. Aku tahu apa yang kau maksud, dan aku masih sangat mengingatnya. Tapi andai nanti aku tidak menitipkan apa yang kau harapkan, jangan kecewa kepadaku. Pergilah kepada Pemilikmu yang juga Pemilikku. Aku yakin Dia akan menyampaikan langsung kepadamu apa yang telah aku titipkan untukmu.

Untuk kau yang begitu banyak aku rindukan. Maaf, saat ini aku belum bisa menjadi yang terbaik untukmu. Tapi aku akan berusaha dan terus berusaha untuk kebahagiaan kitabersama. Tetaplah ridha dan do’akan aku yang masih berjuang untukmu.

Terakhir untuk siapapun yang membaca ini, aku hanya menitip pesan sampaikan syair rinduku ini pada Sang Pemilik rindu. Agar Dia menyampaikannya kepada-nya yang begitu banyak aku rindukan.

Miftah Amatullah Sulaiman

Sunday, 13 March 2016

Rabu, 09 Maret 2016

Menantikan Kelahiranmu


Mungkin mereka tak tahu apa yang aku cari. Sampai kapan aku akan berjuang. Bagaimana caranya aku bisa sampai. Tapi satu yang aku yakini “aku akan terus, terus, dan terus berjuang untuk menghidupkan-mu dan mengabadikan-mu” karena aku tak tahu entah sampai kapan aku bisa terus ada. Dan suatu saat nanti aku yakin aku akan pulang dan menghilang dari dunia ini.

Kadang aku tak tahu harus memulai dari mana dan bagaimana. Namun yang pasti, setiap hari aku merindukanmu lahir dan bertumbuh menjangkau dunia yang belum sempat aku tapaki. Mengantarku menjelajahi bagian-bagian indah hidupku. Kini aku yakin, kau akan menemaniku mengembara di dunia yang begitu luas. Dunia yang bukan hanya menjadi milikku.

Dengan kehadiranmu, akan aku wujudkan fantasi-fantasiku menjadi nyata. Menjadikanmu pengingat bagi mereka jika aku telah pulang. Meski ada diantara mereka yang tidak menerimamu dengan baik. Bahkan jika ada yang tidak menyukaimu, aku masih menaruh harapan besar padamu. Bahwa kau akan mengantarkan pesan-pesan jiwaku pada mereka.


Kepada mereka yang tak sempat aku temui, tapi dapat kau temui. Sampaikan salamku pada mereka. Katakan bahwa aku menyayanginya. Jadikanlah mereka paham apa yang aku rasakan dengan kehadiranmu. Dan, terkhusus untukmu aku selalu merindukan kehadiranmu setiap hari. Aku minta kepada Tuhan agar dia menetapkan hatiku dan segera menghadirkanmu. Aku selalu menantikan kehadiranmu.

Kehadiranmu yang akan mengabadikan setiap ungkapan hatiku. Bisa dikatakan kau adalah bagian dari diriku. Karena kau lahir dari hati ini. jika nanti kau berkelana tanpa keberadaanku, kau jangan cengeng. Jangan pernah mengadu tentang apa yang akan kau alami. Hingga akhirnya kau paham bagaimana dunia ini bekerja.

Dunia yang menghadirkan kita. Dunia yang menghubungkan kita satu sama lain hingga kita tak mungkin terpisahkan. Seperti yang telah aku katakana padamu sebelumnya bahwa kau adalah bagian dari diriku. Semoga Tuhan kelak mempertemukan kita di kehidupan yang abadi. Baik sebelum atau setelah aku pulang jadikanlah dirimu kurir yang baik. Menyampaikan titipan-titipan rasaku pada mereka yang senantiasa menerimamu.



Miftah Amatullah Sulaiman
Wednesday, 9 March 2016

Izinkan aku mendengar“nya” dari mulutmu


Miris mendengar mereka yang sudah tak mengenal batasan antara  anak dan orang tua nya. Bahkan banyak di sekitar kita yang lebih berkuasa dari pada orang tuanya, bahkan ada yang sudah tidak segan-segan lagi memanggil orang tuanya dengan menyebut langsung namanya. Bahkan yang paling menyakitkan adalah menganggap orang tua mereka sebagaimana orang lain yang tak ada hubungannya dengan dia. Malahan mereka lebih menghormati orang lain daripada orang tuanya. Entah darimana mereka mendapatkan itu yang di jadikannya pedoman baktinya pada orang tua.

Lalu, akan bagaimana wajah negeri ini yang katanya menjunjung budaya sopan santun, ketika panggilan kasih sayang dan hormat saja pada orang tua kini tak di indahkan. Kadang kala mereka lebih hormat ketika dia memanggil seseorang penjaga toko yang cantik/gagah saat berbelanja.

Sadarkah kita dengan apa yang telah terjadi? Bukankah agama memberitakan “seandainya” manusia di izinkan untuk sujud kepada manusia lain maka yang paling pantas mendapatkan itu adalah orang tua kita. Namun, bagaimana mungkin kita akan bersujud pada mereka ketika hanya memanggil mereka dengan sebutan “Mama-Papa” saja enggan, dan seakan justru lidah mudah mengucapkan nama orang tua.

Ingatlah bahwa, ridha Allah bersama dengan ridha orang tua. Bagaimana mungkin kita akan di ridhai ketika orang tua sendiri tidak ridha. Kadang kala kita hanya tahu berkeluh kesah pada mereka.
Sadarkah kita akan perjuangan mereka sehingga kita bisa hadir di dunia ini, merasakan kenikmatan dunia yang hanya sementara dan justru itu yang menjadi kebanggaan. 

Ingat ketika kita sakit, justru yang lebih sakit pertama kali adalah orang tua. Mereka bahkan ridha memohon kepada Allah agar penyakit anaknya lebih baik dia yang tanggung. Namun, ketika orang tua yang sakit akankah anak-anaknya berdoa meminta agar penyakit orang tuanya biarlah kita anaknya yang tanggung ? Bahakan ada saja yang justru berdoa agar mereka lebih cepat kembali kepada-Nya. Nauzubillah.

Jangankan jika kita mengkaji agama lebih dalam tentang “birul walidain”. Dalam kehidupan social saja, andaikata kita sudah di posisi mereka dan anak-anak kita yang senantiasa kita ajarkan kebaikan justru dia yang malah memanggil kita dengan menyebut nama bukan panggilan mama-papa. Atau panggilan yang lumrah kepada orang tua. Akankah kita berfikir sampai kesana ?

Tak perlu menyebut siapa, dimana dan kapan kita menjumpai orang-orang yang seakan dia “tidak menganggap” keberadaan orangtuanya dalam hidupnya. Cukuplah kita berbenah diri, dan bertanya :”apakah perbuatanku selama ini bisa menjadi amal jariah untuk mereka yang akan mengantarkan kita pada surga-Nya ?”

Hidup bagaikan roda yang akan terus berputar hingga akhirnya Dia memanggil kita untuk kembali. Dan selama roda itu masih berputar kita akan terus menjalani hidup ini dengan cara kita masing-masing. Karena hadist menyebutkan bahwa salah satu dari amal jariah adalah anak yang shaleh. Jadi apa yang akan kita lakuan sedikit-banyaknya akan dituai juga oleh orang tua kita.

Kadang juga ada yang menyebutkan bahwa, apa yang kamu tanam maka itu pula yang akan kamu tuai, begitupun apa yang kamu berikan maka itupula yang akan kamu terima.


Miftah Amatullah Sulaiman

Wednesday, 9 March 2016

Kuperingatkan Hatiku

Ada sedikit penantian saat kamu tidak langsung membalas chat yang kukirimkan terakhir kali. Menebak apakah kamu akan membalasnya atau hanya...