Rabu, 09 Maret 2016

Izinkan aku mendengar“nya” dari mulutmu


Miris mendengar mereka yang sudah tak mengenal batasan antara  anak dan orang tua nya. Bahkan banyak di sekitar kita yang lebih berkuasa dari pada orang tuanya, bahkan ada yang sudah tidak segan-segan lagi memanggil orang tuanya dengan menyebut langsung namanya. Bahkan yang paling menyakitkan adalah menganggap orang tua mereka sebagaimana orang lain yang tak ada hubungannya dengan dia. Malahan mereka lebih menghormati orang lain daripada orang tuanya. Entah darimana mereka mendapatkan itu yang di jadikannya pedoman baktinya pada orang tua.

Lalu, akan bagaimana wajah negeri ini yang katanya menjunjung budaya sopan santun, ketika panggilan kasih sayang dan hormat saja pada orang tua kini tak di indahkan. Kadang kala mereka lebih hormat ketika dia memanggil seseorang penjaga toko yang cantik/gagah saat berbelanja.

Sadarkah kita dengan apa yang telah terjadi? Bukankah agama memberitakan “seandainya” manusia di izinkan untuk sujud kepada manusia lain maka yang paling pantas mendapatkan itu adalah orang tua kita. Namun, bagaimana mungkin kita akan bersujud pada mereka ketika hanya memanggil mereka dengan sebutan “Mama-Papa” saja enggan, dan seakan justru lidah mudah mengucapkan nama orang tua.

Ingatlah bahwa, ridha Allah bersama dengan ridha orang tua. Bagaimana mungkin kita akan di ridhai ketika orang tua sendiri tidak ridha. Kadang kala kita hanya tahu berkeluh kesah pada mereka.
Sadarkah kita akan perjuangan mereka sehingga kita bisa hadir di dunia ini, merasakan kenikmatan dunia yang hanya sementara dan justru itu yang menjadi kebanggaan. 

Ingat ketika kita sakit, justru yang lebih sakit pertama kali adalah orang tua. Mereka bahkan ridha memohon kepada Allah agar penyakit anaknya lebih baik dia yang tanggung. Namun, ketika orang tua yang sakit akankah anak-anaknya berdoa meminta agar penyakit orang tuanya biarlah kita anaknya yang tanggung ? Bahakan ada saja yang justru berdoa agar mereka lebih cepat kembali kepada-Nya. Nauzubillah.

Jangankan jika kita mengkaji agama lebih dalam tentang “birul walidain”. Dalam kehidupan social saja, andaikata kita sudah di posisi mereka dan anak-anak kita yang senantiasa kita ajarkan kebaikan justru dia yang malah memanggil kita dengan menyebut nama bukan panggilan mama-papa. Atau panggilan yang lumrah kepada orang tua. Akankah kita berfikir sampai kesana ?

Tak perlu menyebut siapa, dimana dan kapan kita menjumpai orang-orang yang seakan dia “tidak menganggap” keberadaan orangtuanya dalam hidupnya. Cukuplah kita berbenah diri, dan bertanya :”apakah perbuatanku selama ini bisa menjadi amal jariah untuk mereka yang akan mengantarkan kita pada surga-Nya ?”

Hidup bagaikan roda yang akan terus berputar hingga akhirnya Dia memanggil kita untuk kembali. Dan selama roda itu masih berputar kita akan terus menjalani hidup ini dengan cara kita masing-masing. Karena hadist menyebutkan bahwa salah satu dari amal jariah adalah anak yang shaleh. Jadi apa yang akan kita lakuan sedikit-banyaknya akan dituai juga oleh orang tua kita.

Kadang juga ada yang menyebutkan bahwa, apa yang kamu tanam maka itu pula yang akan kamu tuai, begitupun apa yang kamu berikan maka itupula yang akan kamu terima.


Miftah Amatullah Sulaiman

Wednesday, 9 March 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kuperingatkan Hatiku

Ada sedikit penantian saat kamu tidak langsung membalas chat yang kukirimkan terakhir kali. Menebak apakah kamu akan membalasnya atau hanya...