Sabtu, 27 Agustus 2016

Bukannya Aku....

Terkadang aku butuh ruang untuk menyendiri, jauh dari kerumunan orang-orang terutama ketika aku ada masalah. Karena menurutku, ketik aku sendiri aku lebih bisa mengatur emosi dan menata ulang apa yang semestinya aku lakukan. Dan hal itu yang sering aku lakukan.

Namun kali ini berbeda, aku bahkan tak bisa menikmati kesendirian atau bahkan sekedar menyendiri membenahi perasaanku. Terkadang aku ingin berteriak sekencang-kencangnya atau bahkan membanting barang-barang yang ada di sekitarku. Namun hal itu tak aku lakukan, karena aku harus ingat ini bukan tempat untuk aku bisa menyalurkan semua amarahku atau sekedar melupan masalahku sejenak.

Hah….! Terkadang tarikan nafas panjang dan berat menjadi rutinitas saat aku saaanngggaaattt ingin meluapkan emosiku. Namun semua itu tak bisa aku lakukan sesuka hati. Aku hanya bisa diam dalam geraman. Yah, mungkin hanya ini yang bisa aku lakukan untuk sekarang. Atau bahkan, bisa jadi hanya ini yang bisa aku lakukan untuk kedepannya . Akh…, Aku bahkan tak tahu apa yang akan terjadi kedepannya.
Jujur saja ketika aku mengetik ini, aku menekan keyboard dengan keras sehingga hampir terdengar seperti mesin tik manual tempo doloe. Aku bahkan tak peduli akan bagaimana nasib keyboard2 mungil ini. Mungkin jika bisa, ia bahkan sudah berteriak agar lepas saja dari tempatnya.

Namun akau masih tak peduli dengan semua itu. Aku hanya peduli pada diriku. Aku hanya peduli pada masalahku yang rasanya tiap hari bukannya beres malah semakin bertambah dan terus bertambah, bagaikan bola salju yang terus berguling dari atas bukit.

Yah, bahkan mungkin hatiku saat ini lebih dingin daripada salju atau bahkan jauh lebih dari itu. Namun, aku masih tak bisa mengelolah perasaanku. Aku bahakan hampir saja membanting laptop yang ada didepanku. Jika saja harganya seharga es lilin didepan sekolah SD-ku mungkin aku sudah membantingnya sedari tadi. Namun lagi-lagi aku tahan.

Aku terus dan terus menekan keyboard mungil yang sudah hampir melompat dari tempatnya. Namun aku belum bisa tenang, bahkan aku menekan semakin keras dan berharap dari setiap tombol akan mengurai apa yang menjadi resahku.

Aku bukannya marah kepada orang lain, aku hanya marah pada diriku sendiri. Aku marah pada diriku yang tak bisa menyelesaikan apa yang semestinya aku selesaikan. Aku marah pada diriku yang hanya bisa menonton keberhasilan mereka tanpa ada tindakan yang aku lakukan. Aku marah pada diriku sendiri mengingat apa yang telah aku lakukan selama ini.

Setelah sekian banyak kata-kata tak jelas yang aku ketik kemudian aku hapus kembali, seiring itu hatiku sedikit lebih teanang. Disaat seperti ini hanya si hitam (read: laptop) yang bisa menjadi tempat pelampiasanku. Aku bahkan tak mampu lagi berkata-kata jika ada yang bertanya “kamu kenapa?” dan satu-satunya yang menjadi pelampiasan dan tak akan ketahuan adalah tulisan-tulisan tak jelas seperti ini.

Aku bukannya mengumbar jika kau sedang marah atau sekedar menunjukkan bagaimana jika aku marah. Aku hanya ingin sedikit berbagi bagaimana aku mengatasi ketika aku marah atau kesal. Karena kadang pada teman-teman yang punya masalah curhat.

Dan jika aku berkata “yah udah, kamu harus sabar mengadapi masalah seperti ini” kadang mereka malah balik berkata “ kamu tidak pernah merasakan apa yang aku rasa dan bahkan kamu mungkin tak pernah punya masalah jadi bagaimana mungkin kamu tahu rasanya jadi aku”. Aku beritahu pada kalian, aku juga punya masalah yang bisa jadi jauh lebih berat daripada yang kalian alami, aku bukannya tak pernah marah hanya saja aku melampiaskan semua itu dengan cara yang berbeda. Yah, dengan cara yang berbeda dari kebanyakan orang.  Contohnya dengan tulisan-tulisan yang tak jelas seperti ini.

Miftah Amatullah Sulaiman

27 Agustus 2016

Jumat, 12 Agustus 2016

Temani Aku Dalam Perjalanku Ke Puncak

Biarkan aku istirahat sebentar. Aku lelah. Aku tak tahu jika aku memaksakan diri untuk terus melangkah akankah aku bisa sampai pada akhir perjalanan ini. Jadi, izinkan aku untuk istirahat sejenak. Setidaknya untuk menghilangkan penatku ini. atau sekedar mengumpulkan tenaga dan semangat untuk langkah berikutnya.

Aku janji, tak akan lama. Aku hanya meminta waktu sebentar saja untuk aku istirahat. Setidaknya sampai energiku sudah terkumpul kembali. Setelah itu aku akan melangkah dengan tegar. Karena aku tak akan pernah menyerah sebelum kita mencapai tujuan yang besar.

Selama aku istirahat sejenak, jangan kau tinggalkan aku dibelakang. Berhentilah sejenak untuk istirahat bersamaku. Walaupun kau mungkin tidak lelah. Tapi aku mohon istirahatlah bersamaku. Duduklah di sampingku. Kita menikmati pemandangan indah yang telah kita lalui dalam perjalanan ini.

Kita bukannya akan kembali ke jalan itu, tapi kita jadikan itu penyemangat untuk melanjutkan pendakian kita hingga puncak. Karena kita sudah di tengah perjalanan dan tak mungkin untuk kita mundur. Yah, kita hanya akan terus bersama hingga kita sampai pada puncak.

Walau aku juga tak tahu kapan kita sampai pada puncak, tapi aku yakin pasti ada puncak untuk kita tuju dalam perjalanan ini. Meski aku juga tidak dapat memastikan seberapa jauh lagi, dan seberapa terjangnya jalan yang akan kita lalui nanti. tapi yakinlah jika kita terus maju, maka kita akan sampai pada puncak.

Jangan pernah katakan gunung itu tinggi jika kita belum sampai pada puncaknya. Karena seberapapun tingginya gunung itu jika kita sudah sampai pada puncaknya maka lutut jauh lebih tinggi dari puncak.

Karena itu teruslah bersamaku dan kita lanjutkan perjalanan ini hingga puncak yang kita tuju. Teruslah temani aku dalam perjalananku ke puncak dan jangan pernah tinggalkan aku jauh dibelakangmu.

Miftah Amatullah Sulaiman || 12 Agustus 2016

Rabu, 10 Agustus 2016

sayang, ungkapkan segalanya

“Kamu kenapa sayang ?” Tanyamu dengan nada lembut seperti biasa. “Tidak apa-apa” jawabku sambil mengusap air mataku. “Kalau tidak ada apa-apa, lalu kenapa kamu menagis. Aku tahu betul bagaimana kamu. Tak perlu menyembunyikannya. Jika ada masalah ceritakanlah sayang”.

Matahari sudah hampir kembali keperaduannya ketika kita duduk bersama dibangku panjang diteras rumah kita. Kita duduk seperti yang biasa kita lakukan. Tapi sore ini ada hal yang sedikit berbeda. Kita duduk bukannya saling bercanda sebagaimana hari-hari yang lalu. Kali ini aku berada dalam dekapan hangatmu dengan mata sembab bekas tangisku sebelum kau datang.

Aku memang paling buruk dalam urusan menyembunyikan masalahku didepanmu. Dan kau adalah orang yang paling bisa membaca pikiranku. Meski aku sudah berusaha menyembunyikannya darimu tapi kau tak akan pernah berhenti bertanya hingga aku menjawab pertanyaaanmu. Setelah itu bukan hanya jawaban pertanyaan yang kau terima, tapi malah lebih dari itu.

Kau bahkan tak pernah merasa bosan dengan segala keluhan masalahku. Walau aku tahu kau sendiri bahkan punya masalah yang jauh lebih besar dari padaku. Tapi kau tak pernah menampakkannya didepanku. Kau bahkan berusaha terlihat tegar dan seolah.olah taka da masalah.

Saat aku mengeluhkan masalah-masalahku kepadamu, kau dengan lembutnya mengatakan “Shalatlah sayang, ungkapkan segalanya. Buatlah hatimu lebih tenang dan damai. Dekatlah kepada-NYA dalam shalat mu. Bukankah dia berkata … jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu”. Yah, kata-katamu sering kali hanya ku anggap angina lalu saja. Tapi setiap kali aku dalam masalah kau mengatakan hal yang sama. Semua itu baru teringat ketika aku ‘pergi’ dengan misiku untuk memuliakanmu dan saat itu aku mendapat masalah. “Ternyata benar kata Ayah selama ini. Aku hanya perlu dekat dan lebih dekat dengan-NYA. Karena tak ada yang aku butuhkan selain Rahmat-NYA.”

Ayah, terimakasih untuk kasih sayangmu yang tak pernah usai. Ibu, terimakasih atas cinta yang takpernah berkurang. Do’akan anak-anakmu hingga jadi mata air jerni yang senantiasa mengalir dan memberi kehidupan kepada setiap yang dilaluinya.



-Miftah Amatullah Sulaiman || 10 Agustus 2016

Minggu, 07 Agustus 2016

dek, tahukah kau....

Dek, kau ingat jika kukatakan padamu “hidup ini adalah perjuangan” ?. Saat itu mungkin kita sedang ada masalah. Hidup memang tak mudah dan tak ada yang tahu pasti bagaimana kita nantinya, pun juga tidak ada jaminan hidup ini akan selalu tenang. Tapi ingatlah dek, aku akan selalu bersamamu. Aku akan selalu mendukungmu.
Dek, Jangan pernah menyerah jika kau ada masalah. Juga jangan pernah kau pendam sendiri. Ceritakanlah kepadaku, apapun itu aku akan mendengarkannmu. Selain ayah dan ibu, aku adalah orang yang paling tahu tentang dirimu. Aku tahu kau anak yang manja dan cengeng, tapi kau juga anak yang kuat dan optimis.
Dek, tahukah kau ketika aku down aku akan bengkit ketika kulihat senyum diwajahmu. Selain ayah dan ibu kau adalah sumber kekuatanku. Aku tak inginmelihatmu cemberut. Aku tak akan rela jika orang lain melukaimu. Jadi jangan pernah memendam masalahmu sendiri, jangan pernah kau sembunyikan rasa sakitmu dariku. Jika kau ingin menagis datanglah kepadaku, aku tak akan melarangmu menangis.
Dek, keluarkanlah segala resahmu. Jika kau ingin menagis aku senantiasa merangkulmu, kau boleh menagis dipelukanku. Tapi dek, kalau boleh aku minta jangan pernah kau tunjukkan air matamu didepan orang lain. Meski aku tahu itu sulit, tapi setidaknya kau bisa menahannya hingga kau bertemu denganku. Saat kau bersamaku menangislah, karena air mata tak selamanya berarti kau itu lemah. Aku tahu air mata adalah senjata yang paling ampuh untuk istirahat sejenak untuk mengumpulkan kembali kekuatanmu.
Tapi kamu harus janji satu hal, setelah perasaanmu sudah lebih baik ceritakanlah kepadaku apapun itu. Meski mungkin aku tak selalu bisa memberi solusi, tapi setidaknya kau tidak memendam masalahmu sendiri. Dek, jika suatu hari nanti kau “meninggalkanku” karena seseorang. Akan aku pastikan bahwa orang itu kan selalu membuatmu tersenyum agar aku bisa tenang melepasmu.
Ingatlah dek, meski terkadang aku keras padamu itu bukan berarti aku membencimu. Aku melakukan semua ini karena aku tak ingin kau terluka. Aku memang bukan orang yang mudah mengungkapkan kasih dengan kata-kata romatis sebagaimana orang lain. Aku hanya seseorang yang akan terus melindungimu dengan caraku. Akan aku pastikan agar kau selalu tersenyum.

Miftah Amatullah Sulaiman
7 Agustus 2016

Kuperingatkan Hatiku

Ada sedikit penantian saat kamu tidak langsung membalas chat yang kukirimkan terakhir kali. Menebak apakah kamu akan membalasnya atau hanya...