Terkadang aku
butuh ruang untuk menyendiri, jauh dari kerumunan orang-orang terutama ketika
aku ada masalah. Karena menurutku, ketik aku sendiri aku lebih bisa mengatur
emosi dan menata ulang apa yang semestinya aku lakukan. Dan hal itu yang sering
aku lakukan.
Namun kali ini
berbeda, aku bahkan tak bisa menikmati kesendirian atau bahkan sekedar
menyendiri membenahi perasaanku. Terkadang aku ingin berteriak
sekencang-kencangnya atau bahkan membanting barang-barang yang ada di
sekitarku. Namun hal itu tak aku lakukan, karena aku harus ingat ini bukan tempat
untuk aku bisa menyalurkan semua amarahku atau sekedar melupan masalahku
sejenak.
Hah….! Terkadang tarikan
nafas panjang dan berat menjadi rutinitas saat aku saaanngggaaattt ingin meluapkan emosiku. Namun semua itu tak bisa
aku lakukan sesuka hati. Aku hanya bisa diam dalam geraman. Yah, mungkin hanya
ini yang bisa aku lakukan untuk sekarang. Atau bahkan, bisa jadi hanya ini yang
bisa aku lakukan untuk kedepannya . Akh…, Aku bahkan tak tahu apa yang akan
terjadi kedepannya.
Jujur saja ketika
aku mengetik ini, aku menekan keyboard dengan keras sehingga hampir terdengar
seperti mesin tik manual tempo doloe.
Aku bahkan tak peduli akan bagaimana nasib keyboard2 mungil ini. Mungkin jika
bisa, ia bahkan sudah berteriak agar lepas saja dari tempatnya.
Namun akau masih
tak peduli dengan semua itu. Aku hanya peduli pada diriku. Aku hanya peduli
pada masalahku yang rasanya tiap hari bukannya beres malah semakin bertambah dan
terus bertambah, bagaikan bola salju yang terus berguling dari atas bukit.
Yah, bahkan
mungkin hatiku saat ini lebih dingin daripada salju atau bahkan jauh lebih dari
itu. Namun, aku masih tak bisa mengelolah perasaanku. Aku bahakan hampir saja
membanting laptop yang ada didepanku. Jika saja harganya seharga es lilin
didepan sekolah SD-ku mungkin aku sudah membantingnya sedari tadi. Namun lagi-lagi
aku tahan.
Aku terus dan
terus menekan keyboard mungil yang sudah hampir melompat dari tempatnya. Namun aku
belum bisa tenang, bahkan aku menekan semakin keras dan berharap dari setiap
tombol akan mengurai apa yang menjadi resahku.
Aku bukannya
marah kepada orang lain, aku hanya marah pada diriku sendiri. Aku marah pada
diriku yang tak bisa menyelesaikan apa yang semestinya aku selesaikan. Aku marah
pada diriku yang hanya bisa menonton keberhasilan mereka tanpa ada tindakan
yang aku lakukan. Aku marah pada diriku sendiri mengingat apa yang telah aku lakukan
selama ini.
Setelah sekian
banyak kata-kata tak jelas yang aku ketik kemudian aku hapus kembali, seiring
itu hatiku sedikit lebih teanang. Disaat seperti ini hanya si hitam (read: laptop) yang bisa menjadi tempat pelampiasanku. Aku bahkan tak mampu lagi
berkata-kata jika ada yang bertanya “kamu kenapa?” dan satu-satunya yang
menjadi pelampiasan dan tak akan ketahuan adalah tulisan-tulisan tak jelas
seperti ini.
Aku bukannya
mengumbar jika kau sedang marah atau sekedar menunjukkan bagaimana jika aku
marah. Aku hanya ingin sedikit berbagi bagaimana aku mengatasi ketika aku marah
atau kesal. Karena kadang pada teman-teman yang punya masalah curhat.
Dan jika aku
berkata “yah udah, kamu harus sabar mengadapi masalah seperti ini” kadang
mereka malah balik berkata “ kamu tidak pernah merasakan apa yang aku rasa dan
bahkan kamu mungkin tak pernah punya masalah jadi bagaimana mungkin kamu tahu
rasanya jadi aku”. Aku beritahu pada kalian, aku juga punya masalah yang bisa
jadi jauh lebih berat daripada yang kalian alami, aku bukannya tak pernah marah
hanya saja aku melampiaskan semua itu dengan cara yang berbeda. Yah, dengan
cara yang berbeda dari kebanyakan orang. Contohnya dengan tulisan-tulisan yang tak
jelas seperti ini.
Miftah Amatullah
Sulaiman
27 Agustus 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar